Penasihat hukum terdakwa Eddy Rumpoko
Surabaya, Suaraglobal-Online – Sidang lanjutan terdakwa Eddy Rumpoko mantan Walikota Batu yang dipimpin oleh majelis hakim I Ketut Suarta SH MH, dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya, Kamis (14/04/2022), siang.
Terdakwa Eddy Rumpoko dituntut Delapan tahun Enam bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang dibacakan oleh Andri Lesmana. Bukan hanya itu terdakwa juga dijatuhkan denda sebesar 500 juta subsider 4 bulan.
Ferdy Rizky Adilya, SH MH, C.L.A, kuasa hukum terdakwa Eddy Rumpoko, saat dikonfirmasi Suaraglobal.Online usai persidangan, dirinya mengaku sempat kaget atas tuntutan yang dibacakan JPU KPK.
“Iya mas, tadi kita sempat kaget atas tuntutan yang dibacakan oleh JPU, karena tadi yang dibacakan dipersidangan tidak semua, hanya poin-poin nya saja, nanti kita akan pelajari lagi dan ungkap dari sisi lain dalam pembelaan, mengingat dokumen baru kita dapat secara utuh,” jelasnya.
Kalau dilihat dari obyektifitas dalam fakta persidangan, saya kira JPU terlalu berlebihan, nanti kita akan pelajari lagi lebih dalam surat tuntutanya, sehingga mendapat argumen hukum yang baru seperti apa fakta yang akan kita bantah, imbuh Ferdy.
Saat ditanya terkait terdakwa tidak mengakui perbuatannya, Ferdy menjawab, bahwa terdakwa memiliki hak ingkar, karena cuma terdakwa dan orang itu yang mengetahui hal itu, kita penasihat hukum tidak mengetahui akan hal itu.
” Cuma yang kita lihat dalam hukum pidana ini harus ada penyesuaian antara keterangan terdakwa dan alat bukti lain, saya kira dalam dalam fakta persidangan kemarin banyak kesesuaian dengan keterangan saksi lain mengatakan bahwa itu murni meminjam,” papar Ferdy.
Senada, Adhetya mareza syaputera,S.H, yang juga penasihat hukum terdakwa menambahkan, dirinya mengaku prihatin dan kecewa atas tuntutan yang dibacakan JPU.
” Saya selaku penasihat hukum terdakwa prihatin dan kecewa dari hal-hal yang termuat dalam surat tuntutan rekan penuntut umum tidak sesuai dengan fakta persidangan, saya ambil salah satu contoh, pengusaha zaini dalam keterangannya menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah mengerjakan proyek di Kota Batu, adapun yang mengerjakan adalah keponakanya, dan itu adalah dua hal yang berbeda karena yang bersangkutan tidak pernah mengerjakan proyek di Kota Batu,” tuturnya.
Lanjut ia, kemudian Nota – nota dinaspun menurutnya tidak ada kaitannya dengan surat perintah membayar (SPM). Check list itupun bukan terdakwa, artinya kata dia, bukan ingkar dari pernyataan terdakwa tersebut.
“Melainkan terdakwa memang tidak pernah merasa melakukan Check lis terhadap surat – surat nota dinas tersebut.Terdakwa tidak pernah men Check lis atau memparaf ,” jelasnya.
Terlebih, lagi jelas dia, banyak saksi – saksi dipersidangan sudah mengakui bahwa pemberian sejumlah uang tersebut, adalah hutang piutang.
“Dan itu diaminkan oleh terdakwa. Artinya saksi mengatakan dibawah sumpah, itu adalah hutang.
Terdakwa juga mengatakan itu adalah hutang, tapi teman – teman penuntut umum tetap menyatakan adalah suatu pemberian gratifikasi,” katanya.
Terkait itu, kata dia, sejauh inipun, menurut Adhetya sama sekali tidak ada unsur yang terbukti terkait terdakwa bertentangan dengan tugas dan kewajibannya.
“Penuntut umum hanya mampu sebatas membuktikan penerimaan – penerimaan sejumlah uang disinyalir adalah hutang piutang dan tidak bisa membutikan adanya dengan tugas dan jabatanya,” ucapnya.
Apalagi, lanjut dia, sesuai dengan bukti dari Kadis Perizinan Kota Batu.
“Bu Eny Kadis Perizinan menyatakan seluruh perizinan sesuai dengan prosedur tidak ada yang dilanggar,” pungkasnya. (Ad)