Batu, Suaraglobal-Online – Kuasa Hukum ( KH ) terdakwa Mantan Walikota Batu Eddy Rumpko terkait dugaan perkara gratifikasi, Yoza Phahlevi, SH, angkat bicara, Kamis ( 24/02/2022) malam, terkait pernyataan Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) KPK Ronald Worotikan yang diberitakan sebelumnya.
” Tadi saya baca berita, isi pemberitaan itu berkaitan dengan pekerjaan begitu.Saksi sama ahli yang dihadirkan tadi tujuannya dipersidangan itu mengungkap kebenarannya.Jaksa punya kebenaran sendiri, kamipun juga punya kebenaran sendiri,” kata Yoza.
Lanjut ia, tadi ahli membahas soal kebenaran yang seharusnya ditemukan dalam persidangan.Jaksa tadi di pemberitaan kata dia, berkaitan dengan jabatan.
” Kalau kami begini, mestinya dipisah kapasitas Pak Eddy Rumpoko sebagai Walikota Batu, dan kapasitas Pak Eddy sebagai pribadi.Tadi muncul pertanyaan kepada ahli, ahli menjelaskan Undang – Undang dasar.Artinya apakah seorang kepala daerah kehilangan hak – hak keperdataannya setelah menjabat kepala daerah,” ujarnya.
IIa menambahkan, apakah kliennya tidak boleh bisnis properti pada saat dirinya menjabat sebagai Walikota.
” Kan tidak seperti itu.Ada satu contoh kaitannya dengan Pak Paul Santro.Itu jual beli tanah kemudian diterjemahkan sebagai gratifikasi.Ahli tadi menjelaskan seharusnya kebebasan itu diungkap,” terangnya.
Jadi, terang dia, itu kan ada kebenarannya masing – masing, dengan demikian pihaknya mengaku berpandangan sederhana.
” JPU tadi membahas tentang Zaini pemberian uang dan mendapat proyek yang dibahas sampai disini saja. Soal Yanto JPU bilang rasanya tidak mungkin Yanto Sekpri Pak Eddy, dalam persidangan juga ditemukan keterangan Yanto ini beda dengan keterangan saksi yang memberikan,” jelasnya.
Disitu, jelas dia, kan harus digaris bawahi juga.Ternyata keterangan Yanto menerima bungkusan dan isinya uang sejumlah Rp 1 miliar , dan menurutnya si pemberi tidak mengetahui uang Rp 1 miliar tersebut.
” Itu juga jadi pertanyaan uangnya itu apakah sampai ke Pak Eddy,” tanya dia.Saat ditanya terkait pasal 12 B, antara pemberi dan penerima disebut termasuk gratifikasi?
” Kalau saya melihatnya harus dipisahkan transaksi yang terjadi yang dilakukan Pak Eddy sebagai Wali Kota,dan sebagai pribadi. Pribadi itu bisa dikatakan sebagai pengusaha.Makanya dalam paaal 12 B dan pasal 11 itu dikaitkan dengan tugas wewenang dan jabatan,” jelasnya.
Yang diberikan itu jelas dia, berkaitan dengan tugas wewenang dan jabatan harus bertentangan.
” Sedangkan dalam fakta persidangan juga kita termukan kalau misalnya begini.Perizinan perizinan seharusnya tidak terbit tapi karena ada uang pelicin menjadi terbit, itu kan bertentangan dengan tugas dan jabatannya.Tapi hal – hal yang seperti itu tidak ada,” tegasnya.
Disitu, tegas dia, dalam fakta persidangan tidak ada, dan perizinan – perizinan itu dilalukam sesuai prosedur.
” Itu, waktu jamannya Ibu Eny. Ibu Eny bilang berkaitan dengan perizinan prosedur.Berkaitan dengan pekerjaan yang dituduhkan dapat fee 10 persen itu tidak ada, dan ramai lagi dibahas nota dinas.Ada nota dinas tapi fungsinya sebagai kontrol penyerapan anggaran,’ ucapnya.
Jadi ucap dia, kalau melihat pandangan dari JPU melihatnya menurut Yoza justru tidak ada kaitannya dengan tugas jabatan dan wewenang klienya.
” Apalagi banyak saksi – saksi yang mengatakan bahwa uang – uang itu uang pinjam meminjam atau hutang piutang,” ungkapnya.
Saat disinggung terkait kebenaran kliennya telah disangka menerima dugaan gratifikasi sebesar Rp 46 miliar ?
” Kalau saya mau bilang itu kewenangannya dari JPU , dan JPU menentukan angka seperti itu, itu saya rasa ada dasarnya.Kewenangan JPU dan bahasa sederhananya cuman persidangan ini memang tujuannya tadi untuk mengungkap kebenaran,” paparnya.
Karena, benar tidaknya apa – apa yang diungkap JPU, dan ujung ujungnya terbukti atau tidak. Saat ditanya terkait tahapan sidang beberapa lama lagi ?
” Saya belum bisa pastikan cuma kalau agenda berikutnya ini pemeriksaan terdakwa.Selanjutnya tuntutan , pembelaan, dan putusan,” tutup Yoza. ( Ad)
Batu, Suaraglobal-Online – Kuasa Hukum ( KH ) terdakwa Mantan Walikota Batu Eddy Rumpko terkait dugaan perkara gratifikasi, Yoza Phahlevi, SH, angkat bicara, Kamis ( 24/02/2022) malam, terkait pernyataan Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) KPK Ronald Worotikan yang diberitakan sebelumnya.
” Tadi saya baca berita, isi pemberitaan itu berkaitan dengan pekerjaan begitu.Saksi sama ahli yang dihadirkan tadi tujuannya dipersidangan itu mengungkap kebenarannya.Jaksa punya kebenaran sendiri, kamipun juga punya kebenaran sendiri,” kata Yoza.
Lanjut ia, tadi ahli membahas soal kebenaran yang seharusnya ditemukan dalam persidangan.Jaksa tadi di pemberitaan kata dia, berkaitan dengan jabatan.
” Kalau kami begini, mestinya dipisah kapasitas Pak Eddy Rumpoko sebagai Walikota Batu, dan kapasitas Pak Eddy sebagai pribadi.Tadi muncul pertanyaan kepada ahli, ahli menjelaskan Undang – Undang dasar.Artinya apakah seorang kepala daerah kehilangan hak – hak keperdataannya setelah menjabat kepala daerah,” ujarnya.
IIa menambahkan, apakah kliennya tidak boleh bisnis properti pada saat dirinya menjabat sebagai Walikota.
” Kan tidak seperti itu.Ada satu contoh kaitannya dengan Pak Paul Santro.Itu jual beli tanah kemudian diterjemahkan sebagai gratifikasi.Ahli tadi menjelaskan seharusnya kebebasan itu diungkap,” terangnya.
Jadi, terang dia, itu kan ada kebenarannya masing – masing, dengan demikian pihaknya mengaku berpandangan sederhana.
” JPU tadi membahas tentang Zaini pemberian uang dan mendapat proyek yang dibahas sampai disini saja. Soal Yanto JPU bilang rasanya tidak mungkin Yanto Sekpri Pak Eddy, dalam persidangan juga ditemukan keterangan Yanto ini beda dengan keterangan saksi yang memberikan,” jelasnya.
Disitu, jelas dia, kan harus digaris bawahi juga.Ternyata keterangan Yanto menerima bungkusan dan isinya uang sejumlah Rp 1 miliar , dan menurutnya si pemberi tidak mengetahui uang Rp 1 miliar tersebut.
” Itu juga jadi pertanyaan uangnya itu apakah sampai ke Pak Eddy,” tanya dia.Saat ditanya terkait pasal 12 B, antara pemberi dan penerima disebut termasuk gratifikasi?
” Kalau saya melihatnya harus dipisahkan transaksi yang terjadi yang dilakukan Pak Eddy sebagai Wali Kota,dan sebagai pribadi. Pribadi itu bisa dikatakan sebagai pengusaha.Makanya dalam paaal 12 B dan pasal 11 itu dikaitkan dengan tugas wewenang dan jabatan,” jelasnya.
Yang diberikan itu jelas dia, berkaitan dengan tugas wewenang dan jabatan harus bertentangan.
” Sedangkan dalam fakta persidangan juga kita termukan kalau misalnya begini.Perizinan perizinan seharusnya tidak terbit tapi karena ada uang pelicin menjadi terbit, itu kan bertentangan dengan tugas dan jabatannya.Tapi hal – hal yang seperti itu tidak ada,” tegasnya.
Disitu, tegas dia, dalam fakta persidangan tidak ada, dan perizinan – perizinan itu dilalukam sesuai prosedur.
” Itu, waktu jamannya Ibu Eny. Ibu Eny bilang berkaitan dengan perizinan prosedur.Berkaitan dengan pekerjaan yang dituduhkan dapat fee 10 persen itu tidak ada, dan ramai lagi dibahas nota dinas.Ada nota dinas tapi fungsinya sebagai kontrol penyerapan anggaran,’ ucapnya.
Jadi ucap dia, kalau melihat pandangan dari JPU melihatnya menurut Yoza justru tidak ada kaitannya dengan tugas jabatan dan wewenang klienya.
” Apalagi banyak saksi – saksi yang mengatakan bahwa uang – uang itu uang pinjam meminjam atau hutang piutang,” ungkapnya.
Saat disinggung terkait kebenaran kliennya telah disangka menerima dugaan gratifikasi sebesar Rp 46 miliar ?
” Kalau saya mau bilang itu kewenangannya dari JPU , dan JPU menentukan angka seperti itu, itu saya rasa ada dasarnya.Kewenangan JPU dan bahasa sederhananya cuman persidangan ini memang tujuannya tadi untuk mengungkap kebenaran,” paparnya.
Karena, benar tidaknya apa – apa yang diungkap JPU, dan ujung ujungnya terbukti atau tidak. Saat ditanya terkait tahapan sidang beberapa lama lagi ?
” Saya belum bisa pastikan cuma kalau agenda berikutnya ini pemeriksaan terdakwa.Selanjutnya tuntutan , pembelaan, dan putusan,” tutup Yoza. ( Ad)