Surabaya, Suaraglobal-Online – Sidang perkara dugaan gratifikasi dengan terdakwa Eddy Rumpoko mantan Walikota Batu, kembali digelar di ruang Candra Pengadilan Negeri ( PN ) Tipikor Surabaya, dengan agenda memintai keterangan saksi meringankan (A de Charge) dan saksi ahli yang dihadirkan pihak terdakwa, Kamis ( 24/02/2022) siang.
Saksi A de charge tersebut adalah, saksi ahli hukum, Lalu Muhammad Hayyanul Haq SH , LLM Ph.D, Dosen Fakultas Universitas Mataram, dan Sopa Ike Poci, mantan staf perijinan Pemkot Batu di era Eddy Rumpko menjabat sebagai Walikota.
Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) KPK Ronald Worotikan, saat dikonfirmasi pendapat saksi ahli hukum dan saksi meringankan tersebut, usai persidangan.
Ronald menjelaskan bahwa ada dua orang saksi dari kuasa hukum terdakwa, yakni saksi ahli hukum dan saksi yang meringakan terdakwa ( Ade charge).
“Saksi yang meringankan dulu pernah menjabat sebagai staf dinas perizinan Kota Batu.Pada saat terdakwa Eddy Rumpoko masih menjabat Walikota Batu.Terkait dengan keterangan saksi dari kuasa hukum terdakwa tadi menjelaskan bahwa pada saat dia masih bertugas pernah kenal dengan seseorang atas nama Yanto,” kata Ronald.
Yanto , atau Surijanto sendiri, kata dia, sudah diperiksa, menurutnya dia, adalah selaku sekertaris pribadi terdakwa saat itu.
” Dalam dakwaan kami mendapatkan Yanto ini selaku sekertaris pribadi tedakwa yang mengurus izin – izin dari pihak yang memberikan sesuatu kepada terdakwa,”ungkapnya.
Lanjut ia, saksi meringankan tadi saat ditanyakan nama sebenarnya Yanto, pada intinya saksi tetap mengatakan tidak tau.
” Menurut kami itu hal yang mustahil karena mulai dari Tahun 2008 hingga 2015 pada saat dilantik, Yanto sudah ada disitu, dan kantornya juga disitu dan kalau tidak tau nama lengkapnya Yanto sekali lagi menurut kami suatu keterangan yang janggal,” ujarnya.
Sedangkan dari keterangan keterangan saksi yang lain yang sudah diperiksa saat itu, termasuk mantan Kepala Dinas Perijinan, imbuh Ronald.
” Ibu Eny, saat itu mengatakan bahwa Yanto juga sering ada di dinas perijinan, dan pada waktu itu Ibu Eny mengatakan bahwa Yanto ini bukan pegawai dinas perijinan.Kita lihat juga dalam berita acaranya bahwa Yanto bukan di dinas perijinan.Tapi dia adalah sekertaris pribadinya terdakwa,”katanya.
Terkait dengan perkara terdakwa atas dugaan gratifikasi terkait sebidang tanah di Jalan Sultan Agung Kota Batu yang disita KPK, apakah itu sebatas pemberian hadiah atau termasuk gratifikasi juga?
” Berdasarkan dakwaan kita mendapatkan bahwa adanya uang dugaan gratifikasi yang sudah diterima terdakwa sekitar Rp 46 miliar.Itu adalah pemberian yang diterima terdakwa.Jadi itu dikatakan upeti juga bisa.Karena yang memberi pihak – pihak orang yang berkepentingan,” jelasnya.
Ia menambahkan, sudah memanggil semua saksi – saksi dan mengatakan bahwa benar orang – orang yang memberi uang adalah orang yang berkepentingan dengan jabatanya terdakwa saat itu.
” Misalnya Kontraktor zaini, dia mengatakan memberikan uang dan mendapatkan proyek.Kedua developer termasuk yang kita panggil kemarin yang punya Amarta Hill, itu adalah pihak – pihak yang berkepentingan.Makanya tadi saya tanyakan kepada saksi ahli apakah ini gratifikasi ,” tambah Ronald.
Difakta persidangan saksi juga ada yang menjelaskan bahwa terdakwa telah membeli rumah tapi minta diskon.Minta diskon membeli rumah tersebut, menurut Ronald masuk gratifikasi.
Saat disinggung terkait apakah pemberi dan penerima termasuk gratifikasi ?
” Ya, dalam dakwaan itu bisa dikatakan pemberi dan penerima gratifikasi karena berkaitan dengan jabatannya dia.Kalau misalnya terdakwa bukan sebagai Walikota saat itu, tidak mungkin dong dia akan memeberi uang,” ucapnya.
Saat ditanya kalau pemberi dan penerima termasuk gratifikasi, apakah nantinya akan berpotensi ada penetapan tersangka baru ?
Ronald menegas kan bahwa banyak yurisprudensi, karena pemberinya juga kena.
” Jadi dimana pasal 12 B (besar) yang ada perkara-perkara yang lain yang pernah terjadi, pasal 12 B (besar), dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup dan minimal empat tahun penjara” jelasnya.
Ketika ditanya perbedan pasal 12 B (besar) dan b (kecil)?
” Untuk pasal 12 b kecil dan 12 B besar beda.Tapi untuk ancaman pidannya sama, maksimal seumur hidup mimimal 4 tahun.Jadi sama cuma yang membedakan adalah gratifikasi B besar ini adalah pemberian yang tidak perlu transaksional.Jadi walaupun ada pemberian sebagai ucapan rasa terimakasih tetap kena,” tandasnya.
Jika ada pemberian hadiah selama 30 hari dan tidak melapor ke KPK , maka pemberian itu dianggap suap, tegas Ronald.
Saat ditanya apakah perkara ini akan mengarah pada Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU ) nantinya ?
” Ya, kemungkinan nantinya bisa mengarah pada TPPU, tapi saat ini belum kesitu.Namun bisa jadi kearah itu,” sergahnya.
Disinggung lagi, terkait beberapa nama saksi diluar Berkas Acara Pemeriksaan ( BAP) yang sebut – sebut telah menerima uang terkait rangkaian sangkaan gratifikasi ini, apakah bakal ada pemeriksaan lanjutan ?
” Dengan pertimbagan kita nantinya juga akan diperiksa karena berkaitan dengan perkara,” terangnya.
Terpisah, Yoza Phahlevi, SH, kuasa hukum terdakwa, dirinya mengaku cukup puas akan keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh pihaknya.
” Iya mas, saya sangat puas akan keterangan dari saksi ahli yang kami hadirkan, karena disini bisa dapat pencerahan akan apa yang muncul dalam fakta persidangan,” ucapnya.
Dan diharapkan kemudian Majelis hakim dapat menggunakan keyakinannya untuk dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya, harap Yoza . (Ad)