Batu, Suaraglobal-Online – Karena dirasa belum siap dan dalam tekanan psikologis, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap sidang dilaksanakan daring, bahkan ditunda. Selasa (22/2/2022).
Sekretaris Badan Bantuan Hukum Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDI Perjuangan Kota Batu, Suwito SH MH, selaku kuasa hukum korban menyatakan jika LPSK telah mengirim surat penundaan agenda sidang yang ditujukan kepada Kejaksaan Negeri Kota Batu untuk di periksa Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Kota Batu.
“Kami sangat mengapresiasi langka LPSK yang telah dengan baik melakukan upaya perlindungan kepada klien kami saat ini, dengan mengirimkan surat dengan nomor R- 0353/5.1.HSHP/LPSK/02/2022 Tanggal 17 Februari 2022. Yang ditembuskan kepada para saksi dan korban,” jelas Wito.
Pemegang sertifikat sistem peradilan pidana anak (SPPA) ini mengatakan, sampai LPSK meminta menunda pemeriksaan saksi dan korban sekolah SPI kepada Kejaksaan, karena mereka tidak dalam keadaan psikologi yang baik untuk memberikan keterangan dengan keadaan berhadapan dengan terdakwa Julianto Eka Putra.
“Klien kami ini sangat trauma dengan apa yang terjadi dengannya, perlakuan terdakwa kepada klien kami di sekolah Selamat Pagi Indonesia ( SPI ) diduga sangat tidak manusiawi, siapapun didunia ini yang mendengar keterangan korban dan keterangan saksi bakalan marah besar,” kata Wito.
Korban dan saksi ini, masih kata dia, adalah perempuan Indonesia yang masih panjang masa depannya, selain tidak mempunyai orang tua (yatim piatu, red), mereka disekolahkan gratis di SPI tidak untuk dipekerjakan dan dijadikan ajang perlakuan sex yang sangat mencedirai moral masa depan mereka.
“Bunyi surat itu bahwa LPSK akan melakukan penguatan psikologi bekerjasama dengan psikolog rujukan LPSK untuk mempersiapkan psikologi klien kami sehingga dapat memberikan keterangan yang maksimal,” tegasnya.
Wito menambahkan, dengan mempertimbangkan faktor keamanan diri para terlindung atau klien kami maka LPSK berharap para terlindung dapat memberikan keterangan sebagai saksi melalui mekanisme daring.
“Dengan pertimbangan moral serta rasa keadilan, tidak berlebihan jika BBHAR meminta majelis hakim yang kami hormati untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa Julianto atau Ko Jul,” harap dia.
Karena terdakwa ini, lanjut Wito, adalah warga negara Indonesia yang taat terhadap hukum adat dan hukum positif Indonesia yang tidak dalam keadaan sakit. Jangan sampai tebang pilih. (Ad)